8 Sep 2010

Gadis Berkerudung Merah

Jam di Stasiun Manggarai tepat berada di angka 7 lebih beberapa menit. Langit sudah mulai gelap namun sejumlah lampu sorot membantu menerangi stasiun yang sangat ramai. Kursi tunggu yang ada nampak penuh oleh orang-orang yang sepertinya baru saja pulang kerja. Aku berdiri diantara tukang rokok dan tukang buah lengkeng yang sudah terlihat lelah dan malas untuk menjajakan dagangannya.

Malam itu aku baru saja pulang dari kota Jakarta untuk keperluan tes kerja. Berbeda dari hari-hari biasanya karena ini adalah bulan Ramadhan sehingga aku pun merasa lebih lelah dari hari biasa. Buka puasa hari ini pun hanya menyantap kue dan snack yang disediakan setelah tes kerja tadi.

''Ken, kita naek Bogor Expres aje yah?''
Tiba-tiba Vicky membuyarkan pandanganku yang saat itu sedang serius.

''Hayu ajah gue sich, biar lebih cepet nyampe dan ga desek-desekan'' jawabku mengiyakan pertanyaannya.
Sejurus kemudian Vicky langsung mengambil tiket kelas ekonomi yang sudah kami beli untuk ditukar tambah dengan tiket kelas Expres.
Saat itu kami berempat, ketiga teman yang bersamaku semuanya baru ku kenal saat tes kerja tadi. Kebetulan semuanya adalah orang depok dan bogor sehingga mereka naik kereta dan kamipun pulang bersama.

Pandanganku kembali tertuju pada sesosok gadis berkerudung merah yang saat itu duduk tidak jauh dariku. wajahnya sangat anggun menggunakan kacamata berframe putih. Bajunya nampak seperti karyawan salah satu bank. Aku pikir umurnya pun tidak jauh berbeda dariku. Aku terkesan dengan apa yang sedang dilakukannya saat itu, yaitu sedang membaca AlQuran. Hm.. Ditengah keramaian orang-orang yang sudah lelah dan terlihat sibuk dengan aktivitas menunggunya, masih ada gadis yang menyempatkan membaca ayat-ayat Allah. Sekali lagi aku sungguh terkesan.

Sepuluh menit kemudian kereta yang hendak kami naiki sudah terlihat dari jauh. Masuk melalui jalur 7 di posisi paling ujung.
''eh bentar dong gue beli minum dulu buat dikereta, aus banget nie..'' Dian Lestari, satu-satunya perempuan di 'gerombolan' kami langsung lari menghampiri tukang air mineral. Terpaksa kami harus menunggu Dian kembali sementara orang-orang sudah masuk ke dalam kereta.

''yah alamat kaga dapet tempat duduk ini sich'' Vicky berbicara dengan aksennya.

''Kayanya sih gitu sob'' celetuk Angga yang sedari tadi diam menahan laparnya dengan gaya 'gaol'nya.

''sorry..sorry..sorry..sorry jeck.. Sudah membuat bapak-bapak menunggu hehehe'' dengan cerianya Dian menirukan gaya 'keong racun'.

Tanpa basi-basi kami segera naik dan benar dugaan Vicky tak ada satupun dari kita yang mendapat tempat duduk.

Kami pun berdiri berjejer menghadap tempat duduk. Aku mendapat posisi paling ujung. Dekat dengan perbatasan gerbong.

Rasa kesal dan lelah karena harus berdiri dari Manggarai sampai Bogor nanti sepertinya akan terobati karena orang yang duduk di depanku adalah gadis berkerudung merah tadi.

''alhamdulillah ya Allah, ada penyegaran juga'' teriakku dalam hati sambil tersenyum.

Anggota 'gerombolan' yang lain nampak asyik ngobrol 'ngalor-ngidul' sementara aku melihat suasana dalam gerbong kereta sesekali mencuri pandang pada gadis itu.
Tak henti-hentinya aku memuji Allah yang telah menciptakan gadis seanggun ini.


Memasuki Stasiun Cawang aku sudah kehabisan gaya berdiri namun masih sempat curi-curi pandang pada gadis itu.
Dasar lelaki.

Setelah itu terjadilah 3 detik yang membuatku malu bercampur riang gembira. Saking seringnya aku memandangnya, gadis itu pun tak sengaja memandangku. 3 detik itu kami beradu pandangan. Dan menjadi detik-detik terindah dalam hidupku. Hampir sama percis ketika Ikal kecil melihat Aling pertama kalinya di warungnya saat membeli kapur tulis. Seakan turun bunga-bunga dari atas gerbong itu selama 3 detik. Sayangnya aku tak berani memandang lebih lama gadis itu.

''kamu Ken yach?''
Tiba-tiba gadis itu berbicara seakan-seakan menghentikan waktu.

Dalam hati aku bergumam ''kenapa gadis ini tahu namaku?''
Tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan pertanyaannya.
''iya, aku Ken. Ko tau?''

''gw Risa. Masa lupa.. Temen sekelas dulu pas kelas 2 di SMA'' jawabnya.
Ya Tuhan.. Risa Deviani. Gadis yang dulu pernah aku taksir di masa-masa SMA. Dia terlihat sangat berbeda dengan jilbab dan kacamatanya yang anggun. Sekali lagi sungguh anggun. Risa semasa SMA adalah teman baikku, walaupun sedikit bandel karena sering bolos saat sekolah demi untuk bermain ke mall dan nonton film namun dulu aku sangat menyukainya. Dulu dia tidak berjilbab dan berkacamata. Makanya sekarang aku sangat pangling.

Sisa perjalanan 40 menit kami habiskan dengan mengobrol dari mulai topik sekolah, kuliah sampai kejadian '3 detik yang indah' tadi.

Memasuki stasiun cilebut, dia sendiri yang meminta nomor handphoneku. Dengan senang hati akupun memberikannya dan tak lupa menyuruhnya untuk me-miskol-kan nomornya ke nomorku.

Tiba di stasiun Bogor, 'gerombolanku' sudah berkurang karena Vicky sudah turun sedari tadi di stasiun Depok.


Dian dan Angga pun beranjak meninggalkan aku dan Risa. Aku baru tahu kalo mereka adalah sepasang kekasih dari perjalanan kereta ini.

Sayangnya Risa tidak searah dengan rumahku, sehingga stasiun Bogor pun menjadi tempat kita berpisah. Tapi untunglah aku sudah berhasil menyimpan nomor handphonenya.

Sesampainya dirumah akupun langsung mandi dan makan. Menjelang tidur aku iseng-iseng sms ke nomor yang me-miskol ku tadi. Ya, nomor Risa.

''Assmlkm. Hey Risa. Nyampe rumah dgn selamat kah tadi? Keujanan ga?''

Bunyi sms yang terkesan sangat basa-basi.

Anehnya dalam hitungan detik handphone ku mendapat balasan sms darinya.
Setelah itu waktu pun berjalan dengan cepatnya, kami berkirim sms sampai Risa ketiduran.
Di sms-sms yang dikirimkan dia bercerita mengenai 'tobat'nya dia sehingga dia menggunakan jilbab dan selalu menyempatkan untuk membaca ALQuran. Sangat menginspirasi dan aku sungguh terkesan.

Hari-hari berikutnya begitu indah aku lalui, sms-smsku selalu dia balas. Tak jarang pula aku menelponnya sekedar untuk bertanya ''lagi ngapain Ris?''
Lebih terkesan basa-basi.

Hampir 2 minggu lebih kami selalu berhubungan lewat sms ataupun telpon.

Tiba-tiba handphon ku berbunyi di hari sabtu sore menjelang buka puasa. Bisa kupastikan itu adalah sms dari Risa Deviani.
Benar ternyata.

''Ken besok ada waktu ga? Buka bareng dirumah gw yah. Skalian ada yang mau gue sampein. Lagian nyokap gw juga nanyain loe tuh.''
Begitu kurang lebih smsnya.

Langsung ku mengiyakan di balasan smsku.

Dulu semasa SMA aku memang cukup sering bermain dirumahnya, sehingga sudah cukup dekat dengan keluarganya.

Minggu sore tepat pukul lima aku tiba dirumahnya. Rumahnya masih sama, hanya cat pagarnya saja yang berubah. Taman dan kolam ikannya masih terawat dengan baik.
Tak lama setelah kuketuk pintunya. Sesorang membukakann pintu untukku. Risa.. Ya Risa menggunakan kerudung berwarna merah, warna yang sama saat aku pertama kali melihatnya di Stasiun Manggarai.
Sungguh anggun, sekali lagi sungguh anggun.
Aku pun masuk setelah dia menyuruhnya.
Sapaan ibunya aku balas dengan ramahnya dan langsung dilanjutkan dengan mengobrol.
Tak lama kemudian kami berdua ditinggalkan oleh ibunya.

''eh, Ken bentar yah. Gue punya sesuatu buat loe, kaya yg kemaren gw bilang disms. Tunggu yah gue ambil dulu''
Celotehnya dengan riang.

''oke, jangan lama-lama yo''
Jawabku penuh penasaran.

Dalam hati bertanya-tanya apa gerangan yang akan diberikan Risa. Barang2 kesukaanku kah? Atau apa yah..

Risa datang menghancurkan lamunanku sembari mengeluarkan sebuah surat undangan dan tertulis nama Risa Deviani dengan Dicky Gunawan di depan kartu itu.

Bogor, 08 sept 10
Ruskha Kenzia.

4 komentar:

  1. perlu dipertanyakan gadis berkerudung merah itu siap??

    ini kisah nyata ka??pemeran utamanya ken??jgn2 ken itu...Ruskha Kenzia...~_~ #berpikirsangatserius#

    BalasHapus
  2. tidak. Ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tempat dan tokoh hanya kebetulan semata..hehe..

    Sangat senang bisa dikunjungi dan masih ada orang yang mau membaca tulisan saya.

    BalasHapus
  3. wakakakakak... Dian Lestari? angga? hahahaa... Ojeti.. oh ojeti...

    BalasHapus
  4. hehe. Eh mba gusri masuk..
    Cerita ini terinspirasi dari kebersamaan kita 'anak kereta' menuju Bogor..
    Kangen saat itu.

    BalasHapus